BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah satu nama Al-fatihah adalah As-Sab’ul
Matsany, karena berulang-ulang dibaca dalam sholat, pada tiap rakaat, baik
sholat fardhu maupun sholat sunnat, baik sholat sendiri maupun sholat
berjama’ah.
Al-Fatihah
dinamai Fatihul-kitab karena ia sebagai pembuka tulisan Al-Kitab. Dengan surat
itu pula bacaan di dalam berbagai shalat dimulai.
Al-Fatihah dinamai Ummul-Kitab dan Ummul-Quran karena makna2 Quran merujuk makna yang di kandung al-Fatihah. Al-Fatihah pun dianamai as-Sabul-Matsani dan al-Quran-'Azhim.Dalam sebuah hadist shhih yang diriwayatkan dan disahihkan oleh tirmidzi dari Abu hurairah, dia berkata (5),"segala puji Allah Tuhan semesta Adalah Ummul-Quran, Ummul-Kitab, Sab'ul-Matsani, dan Al-Qurannul-Azhim. "Al-Fatihah pun disebut al-hamdu dan sholat karena ada sabda Nabi saw. dari Rabbnya(6),"Sholat dibagi antara aku dan hamba2-KU. Apabila hamba-KU mengatakan, 'Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam ,'maka Allah berfirman,'Hamba-KU memuji-KU. Maka Al-Fatihah dinamai shalat karena ia merupakan
rukun dalam shalat.
Al-Fatihah dinamai Ummul-Kitab dan Ummul-Quran karena makna2 Quran merujuk makna yang di kandung al-Fatihah. Al-Fatihah pun dianamai as-Sabul-Matsani dan al-Quran-'Azhim.Dalam sebuah hadist shhih yang diriwayatkan dan disahihkan oleh tirmidzi dari Abu hurairah, dia berkata (5),"segala puji Allah Tuhan semesta Adalah Ummul-Quran, Ummul-Kitab, Sab'ul-Matsani, dan Al-Qurannul-Azhim. "Al-Fatihah pun disebut al-hamdu dan sholat karena ada sabda Nabi saw. dari Rabbnya(6),"Sholat dibagi antara aku dan hamba2-KU. Apabila hamba-KU mengatakan, 'Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam ,'maka Allah berfirman,'Hamba-KU memuji-KU. Maka Al-Fatihah dinamai shalat karena ia merupakan
rukun dalam shalat.
B.
Rumusan Masalah
Disini
penulis dapat merumuskan permasalahan yaitu :
1.
Bagaimanakah
Pendapat Imam Hanafi Tentang Membaca Al-Fatihah Dalam Sholat?
2.
Bagaimanakah
Pendapat Imam Syafi’i Tentang Membaca Al-Fatihah Dalam Sholat?
3.
Bagaimanakah
Pendapat Imam Maliki Tentang Membaca
Al-Fatihah Dalam Sholat?
4.
Bagaimanakah
Pendapat Imam Hanbali Tentang Membaca Al-Fatihah Dalam Sholat?
BAB
II
PEMBAHASAN
PERBEDAAN
PEDAPAT TENTANG KEWAJIBAN MEMBACA AL-FATIHAH DALAH SHOLAT
Membaca
Al-fatihah merupakan rukun disetiap rakaat dalah sholat, telah shahih dari
Rasulullah bahwa beliau membacanya disetiap rakaat dan ketika beliau mengajari
orang yang tidak pas dalam sholat maka beliau memerintahkan untuk membaca
Al-fatihah, sebagaimana sabda beliau yang artinya “Tidak sah sholat bagi
orang yang tidak membaca Al-fatihah” (Muttafuq Alaihi).
Apakah
hal yang wajib atas setiap orang yang melaksanakan sholat atau khusus
wajibbersama imam, dan orang yang melaksanakan sholat sendirian? Dalam hal ini
terdapat perselisihan pendapat dikalangan ulama, yang paling aman adalah agar
makmum berupaya untuk membacanya dalam sholat-sholat yang dilaksanakan didalam
sirr maupun dalam keadaan diam sejenak imam dalam sholat yang jahar.
Para
imam mazhab berpendapat bahwa membaca surat fatihah adalah wajib bagi imam dan
bagi orang yang sholat sendirian (munfarid) pada duaa rakaat subuh dan pada
rakaat pertama dan kedua sholat yang lain.
Ulama
maazhab berbeda pendapat, apakah membaca fatihah itu diwajibkan pada setiap
rakaat, atau pada setiap dua rakaat pertama saja, atau diwajibkan secara aini
(yang harus ada setiap orang) pada setiap rakaat? Apakah basmalah itu merupakan
bagian yang harus dibaca atau boleh ditinggalkannya? Apakah semua bacaan yang
dibaca secara nyaring atau lemah pada tempatnya adalah wajib atau sunah?
Markaz
Al-fatwa didalam fatwanya No. 1740 menyebutkan bahwa pendapat jumhur ulama
adalah makmum tidak perlu membaca Al-fatihah dan tidak juga membaca yang
lainnnya (surat) dibelakang imam didalam sholat jahriyah apabila dia mendengar
bacaan imam. Mereka mendasari pendapat nya dengan firman Allah swt:
#sÎ)ur Ìè% ãb#uäöà)ø9$# (#qãèÏJtGó$$sù ¼çms9 (#qçFÅÁRr&ur öNä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇËÉÍÈ
Artinya
dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah
dengan tenang agar kamu mendapat rahmat (Q.S Al-araf: 204).
Hadits
Abu Hurairah bahwa Nabi saw bersabda “sesungguhnya imam dijadikan ntuk
diikuti. Apabila dia bertakbir maka bertakbirlah kalian dan apabila dia membaca
maka dengarkanlah” Dan hadits ini terdapat di Al-Musnad dan yang lainnya
dinukil dari Imam Muslim yang telah dishahihkan.
Imam
syafi’i berpendapat bahwa wajib membaca Al-fatihah bagi makmum baik bagi sholat
jariyah maupun sirriyah dibelakang imam berdasarkan hadits-hadits yang
menyebutkan tentang kewajiban membaca Al-fatihah tampa membedakan antara imam
dan makmum, sebagaimana hadits di ash shahihkan dan lainnya dari ubadah bin ash
shamit bahwa Nabi saw bersabda, “Tidak ada sholat bagi yang tidak membaca
fatihah kitab (Al-fatihah).
Dan
yang lebih tegas lagi apa yang terdapat disunan abi daud, an Nassari, an Naasai
dan lainnya dari hadits Ubadah bin ash Shamit bahwa Nabi saw sholat subuh sepertinya
bacaan beliau terasa berat. Sesuai sholat, beliau bersabda, beliau bersabda:
“Sepengetahuanku, beliau membaca dibelakang imam kalian. “Mereka menjawab:”Ya,
wahai Rasulullah! (hingga) kami menyusul bacaanmu dengan cepat. “Beliau
bersabda: “Jangan kalian lakukan kecuali Fatihatul kitab (Al-fatihah) karena
tidakk ada sholat seseorang yang tidak membacanya”.
Dari
penjelasan diatas tampak bahwa hal tersebut masih menjadi permaslahan yang
diperselisihkan oleh para ulama terdahulu maupun yang belakangan. Dan setiap
kelompok memiliki dalil-dalilnya, dimana kelompok yang satu membantah
dalil-dalil mereka atau tampa dalil didalam permasalahan yang diprselisihkan
namun hanya bersandar kepada pendapatnya.
Dengann
demikian jika anda sholat bersama imam dan memiliki kesempatan untuk membaca
Al-fatihah hingga selesai sebelum imam ruku’ maka hendaklah anda membacanya hingga
selesai. Akan tetapi jika anda belum selesai membacanya sementara imam sudah
bertakbir untuk ruku maka hendaklah anda ruku bersamanya walaupun anda belum
menyelesaikan bacaan Al-fatihah tersebut dikarenakan tidak memungkin
menyelesaikan bacaan tersebut, berdasarkan hadits Abu Hurairah diatas.
Berikut ini adalah pendapat dari 4
imam mazhab yakni sebagai berikut:
1.
Imam Hanafi
Membaca surat Al-fatihah dalam
sholat fardhu tidak diharuskan, dan membaca bacaan apa saja dari Al-Qur’an itu
boleh.[1]
Berdasarkan Al-Qur’an surat Al-Muzammil ayat 26.
(#râätø%$$sù...
$tB
u£us?
z`ÏB
Èb#uäöà)ø9$#
....
Artinya: “...Bacalah
apa yang (mudah bagimu) dari Al-Qur’an...(Q.S Al-Muzzammil: 20).
Membaca Al-fatihah itu hanya
diwajibkan dua rakaat pertama, sedangkan pada rakaat ketiga pada sholat magrib,
dan pada dua rakaat terakhir pada sholat isya’ dan ashar maka bacalah, jika
tidak, bacalah tasbih, atau diam.
Boleh meninggalkan bassmalah, karena
ia tidak termasuk bagian dari surat. Dan tidak disunahkan membaca dengan keras
atau pelan (sir). Orang yang sholat sendiri ialah boleh memilih apakah mau
didengar sendiri (membaca ddengan perlahan) atau mau didengar oleh orang lain
(membaca dengan keras) dan bila suka dibaca secara sembunyi-sembunyi, bacalah
dengannya. Dalam sholat itu tidak ada qunut kecuali pada sholat witir.
Sedangkan menyilangkan dngan dua tangan adalah sunnah bukan wajib. Bagi lelaki
adalah lebih utama meletakkan telapak tangannnya yang kanan diatas belakang
telapak tangan yang kiri dibawah pusarnya, sedangkan bagi wanita yang lebih
utama adalah meletakan dua tangannya diatas dadanya.
Jadi, menurut mazhab imam hanafi
tentang membaca surat Al-fatihah adalah: Imam Hanafi: “Sesungguhnya
bacaan Al-fatihah bagi makmum dibelakang imam adalah makruh dan bisa berdosa
baik dalam sholat berjamaah Sirriyyah (zhuhur dan ashar)ataupun jahriyah(subuh,
magrib dan isya) karena banyaknya hadits-hadist yang diriwayatkan mengenai
pengalamanpelarangan membaca apapun bagi makmum yang berjamaah”.
2.
Imam Syafi’i
Mazhab As-syafi’iyah mewajibkan
makmum dalam sholat jama’ah untuk membaca surat Al-fatihah sendiri meskipun
dalam sholat jahriyah (yang dikeraskan bacaan imamnya). Tidak cukup hanya
mendengaran bacaan imam saja. Hal ini didasarkan pada.[2]
Artinya: “Tidak ada yang namanya
sholat tampa adanya bacaan surat al-kita (Al-fatihah)”. (HR.Bukhari, Azam/714;
Tirmizi, 247).
Kemudian juga didasarkan pada hadits
dia berkata: Rasulullah saw bersabda: dari Abu hurairah.
Artinya: “Barang siap yang tidak
membaca Al-fatihah maka sholatnya kurang, tidak sempurna. (HR. Muslim no. 359).
Karena itu mereka menyebutkan bahwa
ketika imam membaca surat Al-fatihah, makmum baru mendengarkannya, namun begitu
selesai mengucapkan, masing-masing makmum membaca sendiri-sendiri surat
Al-fatihah secara sirr (tidak terdengar). Hal ini didasarkan dengan surat
Al-araaf: 204).
#sÎ)ur Ìè% ãb#uäöà)ø9$# (#qãèÏJtGó$$sù ¼çms9 (#qçFÅÁRr&ur öNä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇËÉÍÈ
Artinya; “dan
apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah
dengan tenang agar kamu mendapat rahmat (Q.S Al-araf: 204).
Namun dalam pandangan mazhab ini,
kewajiban membaca surat Al-fatihah gugur dalam kasus seseorang makmum yang
tertinggal dan mendapati imam sedang ruku’. Maka saat itu yang bersangkutan
ikut ruku’ bersama imam dan sudah terhitung mendapat satu rakaat.[3]
Membaca Al-fatihah adalah wajib pada
setiap rakaat tidak ada bedanya, baik pada dua rakaat pertama maupun pada dua
rakaat terakhir, baik pada sholat fardhu maupun sholat sunnah.
3.
Imam Maliki
Imam
Malik berpendapat, bahwa makmum wajib membaca fatihah pada sholat sir dan tidak
wajib pada shalat jahar.
#sÎ)ur Ìè% ãb#uäöà)ø9$# (#qãèÏJtGó$$sù ¼çms9 (#qçFÅÁRr&ur öNä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇËÉÍÈ
Artinya dan
apabila dibacakan al quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah
dengan tenang agar kamu mendapat rahmat (q.s al-araf: 204).
4.
Imam Hanbali
Wajib membaca Al-fatihah pada setiap
rakaat, dan sesudahnya disunahkan membaca surat Al-Qur’an pada dua rakaat yang
pertama. Dan pada sholat subuh, serta dua rakaat pertama pada sholat magrib dan
isya’ disunahkan membacanya ddengan nayring. Basmalah merupakan bagian dari
surat, tetapi cara membacanya harus pelan-pelan dan tidak boleh dengan
keras.Qunut hanya pada sholat witir bukan pada sholat-sholat lainnya. Sedangkan
menyilangkan dua tangan disunatkan bagi lelaki dan wanita, hanya yang paling
utama adalah meletakkan tangannya yang kanan pada belakang telapak tangannya
yang kiri, dan meletakkan dibawah pusar. (Mughniyah: 2001).
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan
di atas pemakalah dapat menyimpulkan bahwa dalah hal fuqahah’ berbeda pendapat.
Timbulnya perbedaan pandangan ini disebabkan adanya perbedaan dalam menentukan
status basmalah. Apakah termasuk bagian dari Al-fatihah dan setiap surat atau
tidak. Maslah ini sudah dijelaskan dari pembahasan diatas. Berapa pendapat
antara lain.
1.
Imam
Malik melarang membacanya dalam sholat fardhu, baik sacara keras maupun
perlahan. Demikian juga baik dipermulaan Al-fatihah maupun surat-surat lain.
Tetapi beliau memperkenankan untuk membacanya ketika dalam sholat sunnah. Dari
‘Aisyah r.a berkata, artinya, “Biasnya Rasullullah saw sholat dngan takbir dan
bacaannya dengan alhamdulilahirobbil’ alamin.
2.
Imam
Abu Hanifah berpendapat bahwa bagi orang yang sedang sholat, hendaknya
membacanya secara perlahan (sirri) untuk setiap rakaat . dan jika dibaca untuk
setiap surat maka ini termasuk perbuatan yang baik.
3.
Imam
Syafi’i menyatakan wajib membacanya bagi orang yang sholat, baik ketika sholat
jariah maupun sirriyah. Ketika sholat jariyah hendaknya dibaca keras sedangkan
ketika sholat siriyah dibaca pelan. Sedangkan dari Anas r.a, bahwa iya pernah
ditanya tentang bacaan Nabi saw, lalu ia menjawab . “Bacaannya panjang,
kemudian ia membaca bismilahhirrohmanirrahim, alhamdulilahirobbil ‘alamin..”
4.
Imam
Ahmad bin Hanbali berpendapat bahwa basmalah harus dibaca perlahan dan tidak
disynatkan keras.
B.
Kritik Dan saran
Disini
penulis sangat menyadari banyak kekurangan baik dalam segi penulisan dan
pembuatan makalah, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran teman-teman dan
dosen pembimbing, agar kami bisa memperbaikinya kedepan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Imam
An-Nawawi Rahimahullah, Kitab Al-Majmu, Jilid 3.
HR.
Ahmad Bin Hambal: Abu ‘Abd Allah Ahmad Bin Muhammad Bin Hambal Bin Hilal Bin Asad Al-Syibany,
1421 H/2001 M, Musnad Al-Imam Ahmad Bin Hanbal, Cet. 1, Beirut:
Mu’assasah El-Risalah.
Mugniyah, Muhammad Jawad, 2001, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta:
Lentera.
[1]Mugniyah,
Muhammad Jawad, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, 2001)
[2]HR. Ahmad Bin
Hambal: Abu ‘Abd Allah Ahmad Bin Muhammad
Bin Hambal Bin Hilal Bin Asad Al-Syibany. Musnad Al-Imam, Ahmad Bin
Hambal, Berikut: Mu’assasah
El-Risalah, 1421 H/2001 M, Cet. 1, Vol Ix, P. 342.
[3]AL-Imam
An-Nawawi Rahimahullah, Kitab Al-Majmu, Jilid 3, Hal 344-350.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar